Kamis, 31 Maret 2022

Manajemen Keuangan ala Keluarga Saya #2

Pengunduran diri dari tempat bekerja saya lakukan atas kehendak sendiri. Saya dan suami tidak ingin hidup terpisah ditambah belum punya anak sepeninggalnya bayi kami yang pertama. Sumatera Barat, Padang tempat kerja baru suami bukanlah daerah yang dekat dari Makassar. Perlu dua kali naik pesawat untuk menjangkaunya. Tentu dengan jarak seperti ini pasti berpengaruh pada kondisi keuangan kami. Pilihan saya resign pastinya juga mempengaruhi besar income kekuarga kami jadi berkurang. Memilih tetap bersama suami walaupun harus kehilangan pekerjaan dan pemasukan adalah pilihan yang tepat. Saya yakin rezeki tidak akan kemana. Toh mencari tambahan income tidak harus menjadi karyawan di perusahaan orang lain. Kebetulan dulu saya bekerja sebagai staf di bagian maintenance dan engineering pada sebuah industri pangan di Makassar.

Alhamdulillah kami mulai resmi berstatus perantau. Tepat tahun 2007 menjadi warga pendatang di Padang, Sumbar. Tiga anak kami lahir, masing-masing lahir pada tahun 2008, 2010, 2011 dan yang bungsu lahir pada tahun 2021.
Ketika anak saya masih kecil-kecil, kami belum concern pada masalah pengaturan keuangan. Kami beli apa saja yang kami butuh dan inginkan, selama rekening tidak kosong dan masih ada saldo buat ongkos mudik. Prinsip keuangan kami benar-benar masih sangat primitif. Jauh dari perencanaan. Hingga pada satu titik dimana kami mulai memperhatikan nominal yang ada di rekening kami. Kok yah angkanya begitu-begitu saja padahal suami sudah bekerja sekian tahun, yang boleh dibilang jumlah gaji yang diterima suami, seharusnya lebih dari cukup. Tidaklah sulit menyisihkan sebagian untuk menabung.
Akhirnya kami mulai diskusi, mengidentifikasi pada pos mana kami melakukan pemborosan. Ternyata perilaku boros sebenarnya ada pada saya. Terutama saat ke toko perlengkapan bayi. Yang parah hampir setiap pekan saya ajak suami ke toko ini. Saya paling senang kalau sudah berada di sana. Pakaian dan mainan lucu ada saja yang terbeli.
Suami juga tidak pernah membatasi, karena ia juga senang melihat pernik bayi. Jadi apa saja yang sudah masuk keranjang dan yang diambil anak karena sudah bisa memilih mainan pasti kami belikan. Waw sungguh kebiasaan yang tidak disadari membuat kami lupa untuk memikirkan hal yang lebih penting kedepannya.
Suami mulai prihatin dan mengajak saya agar lebih disiplin dalam memggunakan uang. Beliau mengajak agar dalam sebulan ada yang bisa disisihkan dari gaji sebagai tabungan.
Saya juga mulai merasa bersalah, karena seharusnya sebagai perempuan yang lebih mampu melakukan pengelolaan keuangan. Ah sudahlah, yang telah terjadi kami jadikan pembelajaran. Kami komit untuk membiasakan diri agar lebih disiplin lagi memperlakukan uang.
Hal pertama yang saya lakukan adalah membuat pencatatan semua pengeluaran setiap hari. Nanti direkap setiap akhir bulan sehingga tahu berapa pengeluaran dalam sebulan.
Bersambung...
Tangsel 31 Maret 2022
Mom 4F

Senin, 28 Maret 2022

Manajemen Keuangan ala Saya #1

Boleh dikatakan saya tidak memiliki bekal ilmu pengaturan keuangan kecuali melihat cara mama saya mengatur keuangan di keluarga ketika masih bersamanya. Uang yang saya miliki tidak pernah berlebih untuk bisa saya gunakan sesukanya seperti makan di tempat mahal apalagi beli pakaian atau barang-barang khas yang dimiliki perempuan. Alhamdulillah sejak dulu kami sudah ditanamkan dengan pola hidup dibawah penghasilan. Tidak perlu gengsi menggunakan barang-barang lungsuran dari saudara atau beli dari pusat tempat jual barang preloved yang biasanya didatangkan dari luar negeri. Harga barang seperti ini sangat murah tapi barangnya masih sangat layak digunakan.
Meskipun demikian terkadang muncul keinginan untuk merasakan kuliner yang sering diiklankan di televisi. Ah pasti rasanya enak. Setelah kuliah, barulah dapat merasakan menu yang diidamkan itu. Inipun karena ditraktir kakak.
Selepas kuliah, Alhamdulillah dapat pekerjaan dan punya gaji, yuhhuuu. Disinilah saya mulai merasa merdeka untuk belanja. Barang pertama yang saya beli setelah punya gaji adalah handphone. Pastinya beli jenis handphone (hp) biasa saja, yang penting fungsinya. HP pertama saya adalah Nokia xxxx, lupa yang tipe berapa. Layarnya masih hitam putih. Tulisannya masih bentuk string. Saat itu sudah banyak hp bagus tapi mahal. Saya memutuskan beli yang sesuai budget yang tanpa menghabiskan seluruh gaji, karena setiap bulan saya mewajibkan diri untuk mengirim ke orangtua di kampung. Mereka sebenarnya tidak minta, bahkan punya gaji pensiun sebagai pns.
Pada masa masih kerja, saya belum terpikir untuk menabung apalagi berinvestasi. Setiap terima gaji, yang terpikir adalah memberi kepada orang tua, saudara yang masih kuliah. Prinsip saya saat itu, biarlah habis toh saya gunakan bukan untuk berfoya-foya.
Hampir 2 tahun saya bekerja di sebuah industri, akhirnya mendapat lamaran dari kakak angkatan yang sekarang menjadi suami saya.
Sebelum menikah, yang beliau tanyakan adalah jumlah gaji saya, berapa besar pengeluaran saya sebulan. Yah, saya jawab apa adanya. Lalu ia tanya, apakah saya bersedia berhenti dari pekerjaan setelah menikah?
Saat itu, tanpa berpikir panjang saya jawab saja iya. Saya yakin dengan dirinya bahwa akan bertanggungjawab atas segala konsekwensi jika saya berhenti dari pekerjaan saat itu.
Setelah kurang lebih 1 tahun bersama, beliau dapat SK mutasi kerja ke pulau Sumatera tepatnya ke Padang.
Saya tidak punya gambaran sama sekali tentang pulau ini kecuali daerahnya rawan gempa. Berhubung kami baru saja kehilangan bayi (wafat) ketika suami mendapat SK, maka tanpa pikir panjang lagi saya ajukan pengunduran diri di tempat kerja. Jadi saya bekerja selama kurang lebih 2 tahun.
Bersambung.....
Tangsel, 28 Maret 2022
Mom 4F

Selasa, 22 Maret 2022

Menjalani peran sebagai asisten lab#4

Dari peristiwa saya tersengat listrik, menjadi sebuah pengalaman tersendiri. Saya belum bisa melupakan seperti apa rasanya, meskipun besarnya sengatan yang ada saat itu bukanlah sumber tegangan yang cukup besar. Mungkin kejadian seperti ini sudah biasa bagi asisten lain, namun bagi saya terutama setelah menikah, kejadian tersebut sering teringat kembali. Setiap saya berhadapan dengan peralatan listrik baru, atau peralatan yang sudah lama, yang muncul pertama adalah bayangan rasa tersengat listrik seperti yang terjadi di lab. Saya cenderung takut dan ingin menghindari untuk menggunakan peralatan tersebut
Namun tidak ada pilihan, maka saya berusaha menghadapi rasa takut ini dengan mengambil langkah atau prosedur agar tidak tersengat listrik, misalnya memastikan bagian peralatan yang bertegangan tidak terbuka, saya menggunakan pelapis atau pelindung tangan, alas kaki ketika menggunakan peralatan listrik yang sudah lama. Pengalaman yang tidak nyaman itu sebenarnya memberikan 2 hal bagi saya, hal positif yaitu saya menjadi lebih berhati-hati ketika hendak menggunakan alat listrik. Hal negatif yaitu saya sering overthinking terhadap keamanan sebuah peralatan sehingga memakan waktu saat memulai menggunakan alat listrik.
Saya mencoba menerima keadaan ini dan berusaha menghadapi ketakutan yang hadir ketika menjalankan alat atau mesin listrik.

Rasa takut tersengat listrik sebenarnya lebih mempengaruhi saya ketika sudah berumah tangga. Saat masih sebagai asisten, saya mampu menyikapi hal tersebut dengan biasa-biasa saja. Mungkin salah satu sebab saya jadi trauma karena sering mendengar langsung kabar tentang kecelakaan kerja (tersengat listrik) yang dialami pegawai di perusahaan listrik. Ada yang bisa selamat ada juga yang meninggal di tempat.
Yah, listrik memang sebuah zat yang tidak terlihat oleh kasat mata namun tenaga yang dihasilkan cukup besar. Itulah mengapa orang memanfaatkan listrik untuk berbagai keperluan yang harus selalu disertai alat pelindung atau pengaman yang handal.
Kami sebagai asisten cukup memahami hal seperti ini.
Prosedur yang harus dipenuhi praktikan sebelum mulai praktek mutlak dilaksanakan. Jika persyaratan safety tidak lengkap atau tidak sesuai, maka tidak ada toleransi praktikan langsung batal ikut praktikum. Membangun perilaku disiplin seperti ini selalu ditegakkan dan tentunya kami sebagai asisten lab yang memberi contoh terlebih dahulu.
Karakter disiplin sangat diperlukan dalam bidang apa pun, tidak hanya dalam dunia kerja saja. Bahkan dalam rumah tangga saya merasakan pentingnya membangun karakter disiplin sejak dini. Sikap 'semau gue' yang berlawanan dengan disiplin dapat mengacaukan diri dan juga orang lain yang terlibat kerjasama dengan diri kita.

Jadi saya sangat bersyukur kepada Allah, yang sudah menggerakkan hati, pikiran dan badan saya untuk memutuskan bergabung menjadi asisten laboratorium teknik energi. Bisa saja, saya tetap ingin berada pada zona nyaman saat itu, tidak perlu memikirkan banyak hal agar waktu lebih berguna bagi kepentingan diri sendiri.
Ternyata dengan menjadi asisten lab, saya belajar bagaimana melayani praktikan, memastikan kebutuhan untuk praktek mereka terpenuhi, melakukan penjadwalan antara waktu kuliah, mengawas, asistensi, administrasi praktikum dan lainnya.
Alhamdulillah banyak hal yang saya alami, pelajari ketika menjadi asisten. Leadership skill juga turut terbangun dengan melihat bagaimana mengelola sebuah corps agar tetap kompak, bertanggung jawab pada peran masing-masing.
Saran saya bagi adik-adika mahasiswa(i), ikutlah salah satu atau beberapa kegiatan kemahasiswaan yang memang gue banget. Tapi ingat kegiatannya tetap terukur sehingga tidak komplikasi dengan jadwal kuliah adik-adik.
****
Tangsel 22 Maret 2022
Mom 4F

Selasa, 15 Maret 2022

Menjalani peran sebagai asisten lab#3

Pada setiap percobaan, praktikan perlu memperhatikan petunjuk gambar. Untuk percobaan yang resiko bahayanya lebih besar biasanya kami asisten lebih banyak yang mengeksekusi merangkai peralatan. Praktikan cukup membantu memilih dan memgambilkan semua peralatan. Asisten memperlihatkan contoh cara merangkai antar komponen, bagaimana menyiasati jika salah satu alat rusak. Sambil merangkai, asisten juga menjelaskan proses listrik yang sedang terjadi untuk setiap perlakuan misalnya jika tegangan masuk dinaikkan, bagaimana pengaruh pada kecepatan motor, berapa arus yang melalui penghantar, dan seterusnya.

Sungguh kaya akan pengalaman ketika kita menjadi asisten lab. Keinginan untuk melakukan riset terhadap timbulnya gejala listrik yang tidak lazim menjadi keseruan tersendiri. Kami dan praktikan juga sering terlibat diskusi karena munculnya banyak pertanyaan pengandaian. Kadang di penghujung diskusi dapat menemukan jawaban, tak jarang pula menjadi PR bagi praktikan untuk memancing rasa ingin tahu mereka dan berusaha mencari jawabannya.

Satu peristiwa yang saya alami dan tak bisa terlupakan. Peristiwa itu menyisakan trauma bagi saya. Ketika berperan sebagai koordinator praktikum bagi anak D3, saya menjadi pengawas praktikum percobaan Motor DC. Tanpa semgaja saya menggemgam ujung jumper yang sedang bertegangan. Bukan main kagetnya, karena saya sempat kena setrum, bersyukur jumper bisa saya lepas segera sambil berteriak tanpa sadar. Alhamdulillah, karena sejak awal siapa saja yang masuk lab diwajibkan memakai sepatu, yang merupakan salah satu cara untuk mengurangi resiko terkena setrum.
Setelah kejadian, saya sedikit malu karena sebagai asisten kok lupa memastikan bahwa penghantar yang sedang bertegangan seharusnya tidak asal sentuh bagian yang menghantar. Sungguh saya lupa memastikan karena ingin percobaan segera berakhir. Sampai sekarang, kejadian sengatan listrik itu masih terasa.
Tentunya setelah kejadian, percobaan tetap saya teruskan. Meskipun dalam hati ada rasa gentar, namun saya tetap terlihat tenang di depan praktikan. Biar terlihat seperti tidak terjadi apa-apa, padahal kejadian tersebut sangat meninggalkan jejak di memori saya.
Saya jadikan peristiwa itu sebagai bahan pembelajaran juga bagi praktikan. Hal-hal apa saja yang perlu dilakukan sebelum melakukan penyambungan atau pemutusan rangkaian.
Bersambung....

Senin, 14 Maret 2022

My Home Team #4

Ada rasa berat meninggalkan tempat tinggal kami di Pekanbaru, terutama kondisi dan sikap warga perumahan yang sangat baik. Tinggal disana selama 4 tahun membuat hubungan kami dan tetangga sudah seperti keluarga. Anak-anak juga sangat betah berada dan tinggal di perumahan. Namun perjalanan hidup dan skenario Allah yang selalu berlaku. Kali ini, tepat usia adik bayi (bungsu) baru 1 minggu suami sudah efektif berkantor di Jakarta. Setelah bayi berusia 2 bulan lebih barulah kami, satu keluarga pindah.
Alhamdulillah mendapat jadwal penerbangan sekitar jam 10.00an. Kondisi di bandara lumayan ramai tapi tidak seramai ketika belum pandemi.
Saya yang menggendong bayi sedikit ada rasa cemas padanya, takut jikalau tertular virus covid karena belum bisa pakai masker. Alhamdulillah semua orang baik penumpang maupun petugas bandara sangat ketat dalam menjalankan prokes.

Barang-barang sudah masuk bagasi, anak-anak bertanggung jawab terhadap barangnya masing-masing. Setelah beberapa tahun merasakan perjalanan tanpa harus membawa tentengan barang lebih, kali ini kembali merasakannya kembali. Bersyukur sekali suami dan anak-anak mau saling bantu. Mereka bergantian bawa tas berisi barang keperluan adik bayi.
Tidak begitu lama menunggu, kami dan penumpang lainnya melakukan boarding. Saya yang masih takut naik pesawat, mencoba tenangkan diri dengan baca doa, dzikir dan olah nafas.
Sepanjang perjalanan, Alhamdulillah adik bayi tenang. Padahal sebelumnya saya sudah khawatir kalau take off dan landing bayinya akan rewel karena merasa tidak nyaman pada kupingnya. Bersyukur sekali, bayi lebih banyak tidur dan mimi selama di pesawat.

Alhamdulillah touch down Jakarta. Inilah hari pertama kami memulai fase hidup baru, di tempat baru. Banyak kegalauan yang menghantui pikiran saya. Terutama masalah penularan virus covid di daerah padat seperti Jakarta. Apakah nantinya kami benar-benar tidak bebas kemana-mana? Bagaimana kelanjutan imunisasi bayi saya? Saya belanja bahan dapur dimana?
Coba berpikir positif dan optimis, insyaa Allah dengan bersama kami bisa tinggal di kota ini. Kota yang terkenal dengan kemegahan gedung dan pusat tempat belanja sekaligus terkenal akan kemacetannya.
Bismillah kami tiba di rumah kontrakan, berlantai 2. Cukup luas rumahnya, terdiri 4 kamar. Masing-masing lantai ada 2 kamar.
Karena pertimbangan keadaan masih pandemi, kami putuskan tidak memakai asisten rumah tangga. Kami berbagi tugas untuk menangani pekerjaan domestik. Saya tidak akan sanggup jika mengerjakannya sendiri.
Bersyukur sekali suami mau turun tangan menyelesaikan pekerjaan di rumah sebelum berangkat kantor. Beliau juga tidak pakai supir, sehingga jika ingin kemana-mana harus tunggu suami bisa antar. Sampai saat ini saya belum berani menyetir di tempat baru karena banyak faktor.
Kami menikmati keadaan dan ritme sehari-hari yang tanpa art. Anak-anak menjadi terlatih menjalankan tanggung jawabnya sesuai tugas hariannya masing-masing. Sedang sekolah daring, ujian dan lainnya tidak menjadi alasan untuk melalaikan tanggung jawab, kecuali sedang tidak sehat.
Alhamdulillah sampai saat ini kami tetap menjalankan rutinitas seperti ini, sudah menikmati dan mulai terbiasa menjalaninya. Tidak lagi merasa berat seperti saat awal-awal menjalani ritme baru.
Paling sesekali anak-anak menunda, namun mereka tetap mengerjakan pekerjaannya.
Sebuah keadaan yang memaksa kami semua untuk keluar dari zona nyaman. Yang selama ini menikmati full service ada asisten rumah tangga, supir yang kapan saja sudah standby melayani kami.
Pilihan kami untuk keluar dari zona itu, tiada lain demi melatih anak-anak memiliki keterampilan hidup dan tentunya bagi diri saya juga. Beginilah kisah kami dalam memulai dan memperkuat TIM di keluarga kami. Insyaa Allah kedepannya semakin kompak dan mampu menjadi TIM yang bergrade A, tidak hanya proyek dalam rumah saja, tetapi kami juga memiliki dan melakukan proyek yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar, aamiin.
****
Tangsel, 14 Maret 2022
Mom 4F

Minggu, 13 Maret 2022

My Home Team #3

Ponsel saya berdering, ternyata suami yang telpon. Hari itu adalah hari terakhir berpuasa. Ada rasa sedih karena Ramadhan tinggal hitung beberapa jam akan berakhir. Nuansa di bulan Ramadhan memang berbeda dari bulan lainnya. Ada ketenangan dan ingin tetap berlama-lama berada dalam suasananya.
Hari itu saya dan anak-anak sudah menyiapkan diri akan lebaran secara terpisah dengan suami, sebagai akibat tidak bisa terbang dari Jakarta.
Tiba-tiba pagi itu beliau telpon kemudian mengabarkan bahwa dirinya sudah boarding menuju Pekanbaru. Antara percaya dan tidak mendengar kabar darinya. Lalu saya sampaikan kepada anak-anak tentang hal ini. Bukan main senangnya mereka terutama si gadis kecil. Ia sudah lama menanti kedatangan ayahnya.

Menyambut hari raya Idul Fitri kali ini berbeda dengan sebelumnya. Saya tidak lagi menyiapkan menu selengkap biasanya karena sebagian besar peralatan dapur sudah kami packing beserta barang lainnya. Rencananya dua hari setelah lebaran kami boyongan pindah ke Jakarta (Tangsel). Jauh hari kami sudah nyicil packing barang, terutama yang tidak digunakan sehari-hari. Sebagian sudah dibawa ke Tangsel saat bawa mobil suami kesana oleh supir kantor.

Alhamdulillah suami tiba di rumah sekitar jam 10.00 pagi. Beliau hanya sempat simpan barang dan membersihkan badannya, lalu berangkat ke kantor untuk acara siaga malam Idul Fitri seperti tahun-tahun sebelumnya. Ritme seperti ini sudah hal biasa bagi kami keluarga pelayanan publik. Di saat orang lain libur hari raya, justru di bagian pelayanan adalah hari kerja demi kelangsungan pelayanan kebutuhan listrik. Bahkan bisa dihitung jari berapa kali mudik sejak merantau. Sebelum pandemi, kami lebih memilih minta orang tua yang datang ke kota tempat kami, selama mereka mau dan kondisi fisik mereka masih memungkinkan naik pesawat. Menjadi kegembiraan tersendiri bagi kami saat bisa berkumpul bersama orang tua di perantauan.

Hari raya Idul Fitri tiba yang disambut veriah oleh umat Islam dimana pun meski masih dalam kondisi pandemi. Warga perumahan melaksanakan shalat Idul Fitri secara berjamaah dengan menggunakan jalan sebagai tempat shalat. Anak-anak dan suami ikut shalat berjamaah. Sehari lagi kami akan pindah, jadi waktu sehari itu kami manfaatkan merampungkan barang yang belum ter-packing, terutama alat makan dan buku-buku pelajaran anak-anak. Sementara barang yang berukuran besar seperti lemari, mesin cuci, dan lainnya akan dikemas oleh pihak ekspedisi setelah kami sudah berangkat. Tes antigen untuk semua juga sudah dilakukan. Alhamdulillah semua hasilnya negatif.
Bersambung....
Tangsel, 13 Maret 2022

Minggu, 06 Maret 2022

My Home Team #2

Sebuah keadaan yang tidak pernah terduga terjadi, saat sedang butuhnya asisten rumah tangga (art) karena baru melahirkan dan masuk bulan suci Ramdhan, ditambah suami berada di kota lain, tiba-tiba kami dirundung musibah atas musibah yang menimpa art kami. Saya yakin Allah telah menetapkan rencanaNya yang pasti baik bagi kami.
Sejak detik itu, ritme aktifitas kami berubah total. Saya maupun anak-anak menyadari dan menerima keadaan bahwa tidak bisa lagi menggantungkan segala urusan domestik kepada art. Urusan tersebut adalah menjadi tanggung jawab kami sepenuhnya, tinggal bagaimana menjalankannya di tengah jadwal sekolah daring anak dan saya yang baru saja melahirkan.
Bagi saya sendiri awalnya terasa berat karena membayangkan bahwa betapa repotnya melakukan bermacam urusan domestik sambil mendampingi anak sekolah dan merawat bayi yang masih merah. Tapi tak ada pilihan selain menghadapi keadaan.
Yang membuat saya bersemangat adalah anak-anak tidak mengeluh atau mengajukan protes sedikit pun ketika saya menyampaikan agar setiap orang melakukan tugas yang saya tawarkan. Tanpa saya nasehati bahwa kita harus kerjasama, mereka sudah paham sendiri keadaan yang sedang terjadi.
Alhamdulillah atas keadaan ini.

Saya sempatkan masak lauk untuk makan sahur pertama. Kami tidak terbiasa membeli lauk jadi seperti yang banyak dijajakan di market place. Sebelum pindah ke tempat yang sekarang, saya belum pernah menggunakan aplikasi gojek, grab maupun aplikasi belanja lainnya. Benar-benar belum paham dan memang tidak mau tahu cara menggunakannya. Saya masih nyaman belanja di warung dengan cara pesan melalui WA, nanti diantarkan barangnya oleh si pemilik warung. Dulu, art yang langsung belanja ke warung seminggu sekali atau setiap bahan dapur sudah habis.

Namun sejak art tak ada lagi, akhirnya merasa butuh menggunakan aplikasi belanja online. Pada saat benar-benar tidak sempat masak atau bahan dapur sudah habis, saya baru melakukan belanja online seperti makanan jadi dan atau makanan beku. Sementara untuk kebutuhan bahan dapur, masih bisa menitipkan ke pemilik warung, hanya saja tidak bisa mengantar cepat karena harus meladeni pembeli terlebih dahulu. Sesekali saya titip belanja sama tetangga ketika mereka pergi ke warung.
Ah selalu ada jalan di tengah keterbatasan.

Setiaph hari, anak-anak sudah inisiatif menjalankan tugasnya seperti: cuci piring, nyapu-pel, jemur kain, masak nasi. Si bungsu karena masih kecil dan sedang puasa, lebih sering mendapat tugas menjaga adik ketika saya masak untuk buka puasa. Yang mulai terpikirkan adalah untuk masak sahur. Alhamdulillah ketika waktunya mau sahur bayi lebih sering tidur nyenyak, sehingga anak-anak bisa menikmati sahur dengan menu yang mereka senangi. Beberapa kali saja ia terbangun, sehingga masak sahur dilanjutkan oleh abang yang paling besar.
Abang kadang mendatangi saya di kamar untuk memastikan apakah saya bisa masak atau harus dengan bantuannya. Terima kasih abang, kamu sudah menunjukkan rasa empati dan bisa kami andalkan di saat sulit seperti waktu itu.
Ritme ini kami jalani hampir selama bulan puasa. Sempat 2 minggu ada yang bantu separuh hari, kemudian ia ijin harus pulang kampung karena ibu mertuanya sakit keras.
Akhirnya masing-masing kembali melakukan tugas dalam rumah serta saling kerjasama.

Jauh sebelum hari lebaran, suami berencana pulang sebelum larangan mudik berlaku, kecuali bagi mereka ada dinas. Di tengah penantian hari dimana suami seharusnya sudha bisa pulang, tiba-tiba beliau memberi kabar bahwa kemungkinan belum bisa pulang karena terkena covid.
Jujur saya langsung syock, sedih dan kecewa "mengapa harus terjadi dalam waktu bersamaan?". Saya bahkan lupa menyakan keadaannya lagi karena merasa ia sudah berjanji akan pulang untuk lebaran bersama, baru boyongan pindah ke tempat yang baru.
Ah lagi-lagi rencana harus berubah.
Tanpa saya sadari, saya marah kepadanya padahal sedang sakit. Ya Allah.....
Saya memang masih mengalami gejala baby blues. Kadang suka menangis tiba-tiba karena merasa berjuang sendiri. Suka muncul rasa cemas yang berlebihan terhadap kondisi bayi, takut jikalau terjadi hal buruk terutama pada malam hari. Pada masa-masa inilah yang paling menyita energi saya.
Namun saat tak ada art, pikiran saya lebih banyak teralihkan ke urusan dalam rumah, apalagi anak-anak sedang puasa, Alhamdulillah gejala baby blues perlahan mulai reda.

Rasa sedih dan kecewa pada keadaan, karena kemungkinan besar kami merayakan idul fitri secara terpisah. Jika menanti masa karantina suami dan hasil pcr harus negatif 2 kali maka ia tidak bisa lagi pulang akibat aturan larangan mudik oleh pemerintah.
Yang membuat semangat adalah anak-anak, terutama abang sulung. Ia bilang ke saya "buat apa sedih, kan bisa video call atau zoom!".
Ternyata anak-anak lebih tegar menjalani situasi ini. Mereka lebih santai, mereka hanya sedih ketika mengetahui bahwa suami terkena covid dan sedang isolasi di rumah sakit.
Alhamdulillah suami tidak mengalami gejala berat. Sempat demam 2 hari, setelah mendapatkan perawatan dan minum obat sudah berangsur pulih. Tidak sampai 5 hari kondisi fisik beliau sudah kembali normal. Namun karena harus menunggu tes pcr setelah 2 minggu sejak dirawat, sehingga beliau tidak bisa langsung pulang ke rumah. Alhamdulillah pada minggu kedua hasil tes pcr negatif sehingga beliau sudah bisa pulang ke rumah. Sesuai aturan di kantor, beliau masih harus karantina dulu. Pada pekan berikutnya hasil tes pcr beliau negatif. Alhamdulillah sudah 2 kali tes hasilnya negatif.
Di hari terakhir puasa, tiba-tiba telpon suami masuk. Saya sudah menyiapkan diri bakal dapat kabar yang mungkin tidak nyaman. Kami sudah pasrah dan ikhlas bahwa lebaran kali ini, kami merayakannya terpisah. Suami di Tangerang sementara kami di Pekanbaru.
Bersambung....
Tangsel 06 Maret 2022
Mom 4F

Sabtu, 05 Maret 2022

My Home Team

Sebenarnya defenisi kata tim (team) bahkan contoh bentuk pelaksanaannya sudah tidak asing lagi bagi kita. Bahkan sejak di bangku sekolah dasar kita sudah diajarkan bagaimana bekerja secara tim, atau lebih dikenal secara berkelompok. Bekerja secara tim atau berkelompok dalam lingkungan sekolah, semakin naik tingkat jenjang sekolahnya tentu semakin profesional cara pelaksanaannya.
Yang paling nyata penerapan kerja tim ketika mengikuti lomba pertandingan olah raga, misalnya olahraga sepak bola. Setiap regu terdiri dari 12 orang pemain yang memiliki tugas dan peran masing-masing. Meskipun peran yang dijalankan berbeda namun sama-sama memiliki tujuan yang sama, yakni bekerja sama untuk mencetak gol (goal).
Nah cerita pengantar di atas bagaimana kaitannya terhadap home team di keluarga saya?
Yuk, silahkan simak cerita saya selanjutnya.
Jauh sebelum saya mengikuti pelatihan "A" Home Team Facilitator oleh founder Ibu Profesional Pak Dodik Mariyanto dan Ibu Septi Peni Wulandani, saya pernah membuat  Vision Mision Board keluarga. Lebih tepatnya "Family Strategic Planning". Hanya saja, board itu tinggal menjadi dokumen karena saya tidak paham bagaimana harus memulainya.
Hingga tibalah ada pengumuman kelas pelatihan "A" Home Team Facilitator dibuka. Saya mendaftarkan diri, tujuannya adalah untuk mewujudkan visi misi keluarga yang sudah pernah saya tuliskan dulu di board tersebut.
Qadarullah, sepekan setelah saya melahirkan suami mutasi kerja ke kota lain, terpaksa kami tinggal berjauhan untuk sementara waktu, sambil menanti usia bayi kami lebih aman untuk naik pesawat barulah kami ikut pindah semua.
Sementara untuk kelas pelatihan dimulai setelah beberapa pekan berikutnya. Butuh perjuangan khusus untuk dapat mengikuti kelas tersebut. Jadwal kelas bertepatan dengan waktu menidurkan bayi yang kadang memakan waktu lama, sehingga saya tidak selalu bisa hadir di kelas tepat waktu. Ini adalah tantangan, namun tidak menyurutkan niat saya untuk mencari ilmu. Bersyukur materi kelas dapat kami saksikan rekamannya, sehingga tidak ketinggalan materi. Hanya saja tidak bisa menikmati diskusi saat materi live berlangsung.

Materi awal dibawakan oleh Pak Dodik Mariyanto tentang "bagaimana menilai potret keluarga sendiri, apakah sudah disebut sebagai TIM atau KERUMUNAN".
Materi ini sungguh menjadi self plak bagi diri saya. Ternyata selama ini kurang memperhatikan sehingga tidak menyadari bahwa keluarga adalah juga sebuah organisasi terkecil, dimana didalamnya perlu keteraturan, kerjasama (tim) sehingga apa yang menjadi tujuan berkeluarga dapat tercapai. Bukan hanya menjadi slogan menjadi keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah, yang sering kita ucapkan atau mendapatkan ucapan dengan kalimat tersebut.
Apa yang membuat saya jadi seperti tertampar?
Baik, saya akan menuliskan indikator pembeda bagaimana potret keluarga yang benar-benar sudah sebagai TIM atau masih sebagai KERUMUNAN.
Jika mengambil contoh aktifitas pada sekumpulan orang seperti berikut:
Sepakbola adalah TIM;
Pasar adalah KERUMUNAN.
Berikut adalah tabel indikator perbedaan pada keduanya:
Berdasarkan pada tabel di atas maka ada 5 poin penting yang perlu kita periksa. Sudah sejauh mana menerapkan masing-masing poin indikator tersebut di dalam keluarga.
Bagaimana membuat potret keluarga apakah keadaannya cenderung seperti TIM atau KERUMUNAN?
Caranya adalah pertama-tama membuat diagram garis datar. Pada titik tengah garis tempatkan angka 0. Buat angka 1 sampai 5 untuk panah arah ke kanan, begitupun untuk panah arah ke kiri. Bubuhkan identitas arah panah ke kanan adalah sepak bola atau TIM, sementara arah panah ke kiri adalah pasar atau KERUMUNAN.
Mari mulai mengecek setiap indikator. Masing-masing indikator beri tanda lingkaran dengan warna berbeda sesuai yang diinginkan atau berupa angka. Indikator yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. TUJUAN
2. KOMUNIKASI
3. STRATEGI
4. TRAINING & DEVELOPMENT (PENDIDIKAN)
5. EVALUASI & MONITORING

Berikut hasil pemetaan potret keluarga saya pada saat latihan di kelas tersebut, seperti pada gambar berikut :
Sejujurnya saya memberi penilaian pada beberapa poin indikator masih terpaksa dibuat sedikit ideal. Namun kenyataan yang saya rasakan adalah masih perlu perbaikan, seperti pada masalah KOMUNIKASI dan STRATEGI. Untuk poin lainnya sudah terlaksana dengan bobot lumayan. Artinya masih perlu terus melakukan perbaikan seiring usia masing-masing anggota keluarga serta perubahan lingkungan dimana kami berada.
Berdasarkan penilaian inilah, saya berkomitmen untuk membenahi masalah KOMUNIKASI terlebih dahulu, terutama komunikasi diri saya pribadi bersama anak-anak dan suami (komunikasi keluarga). Bertepatan sekali dengan tantangan yang ada di kelas BUNSAL. Saya dan tim mengangkat masalah KOMUNIKASI bersama Digital Native sebagai isu yang kami jadikan bidang concern untuk mendapatkan solusi secara bersama.

Beberapa langkah yang saya lakukan untuk mengenalkan konsep TIM kepada keluarga sendiri. Infografis mengenai potret keluarga kami saya bagikan di WA grup keluarga. Harapannya, minimal suami lihat dan baca. Saya tidak menyertakan kalimat-kalimat menasehati atau mengajak beliau agar mau menjalankan konsep ini, namun saya hanya membuat narasi secukupnya tentang hasil potret keluarga kami berdasarkan konsep yang sudah saya dapatkan di kelas. Suami tidak memberi komentar apa pun, namun saya percaya beliau adalah tipe orang yang tidak sulit mengikuti suatu hal yang menurutnya juga baik.
Pada suatu hari, kerja TIM dalam keluarga kami benar-benar teruji. Sehari memasuki bulan suci Ramadhan, tiba-tiba ibu yang bantu kerja di rumah mengalami kecelakaan lalu lintas. Beliau tertabrak sepeda motor yang mengakibatkan tulang paha dan tangannya patah. Motor yang dipakai mengalami rusak berat.
Saya yang belum ada sebulan melahirkan, ditambah suami sedang berada di kota lain tentunya sangat merasa kehilangan salah satu support system saat itu. Maka yang menjadi support system adalah anak-anak.

Alhamdulillah ibu sudah mendapat bantuan dan tertangani dengan baik di rumah sakit terdekat. Saya hanya bisa memantau keadaan beliau dengan menelpon suami beliau.
Untuk urusan dalam rumah, segera kami bertindak dengan melakukan pembagian tugas pada setiap anak. Alhamdulillah anak-anak sangat koperatif, padahal sejak mereka bayi kami belum pernah lepas sekalipun dari bantuan asisten rumah tangga. Meskipun demikian, saya tetap melatih anak-anak bagaimana melakukan pekerjaan-pekerjaan dalam rumah, seperti menggunakan kompor dan memasak, menggunakan mesin cuci, menyapu-pel, dan lain-lain baik bagi anak perempuan maupun laki-laki.
Dalam kondisi terpaksa itulah, hal apa saja yang sudah pernah saya latihkan kepada mereka, sangat berguna. Anak-anak juga paham dengan keadaan, bahwa kami tidak mungkin lagi bergantung kepada art. Alhamdulillah mereka paham dan mau melakukan tugasnya masing-masing tanpa diperintah lagi. 
Bersambung....
Tangsel 06 Maret 2022
Mom 4F


Rabu, 02 Maret 2022

Menjalani peran sebagai asisten lab#2

Saya sangat menikmati rutinitas yang saya jalani sebagai asisten lab. Beberapa perubahan baik yang terjadi pada diri saya, antara lain: lebih percaya diri, motivasi belajar dan baca buku meningkat, waktu lebih bermanfaat, kesempatan luas untuk belajar sama asisten senior.
Niat awal yakni ingin menambah wawasan serta untuk menumbuhkan rasa percaya diri, alhamdulillah dapat terwujud. Ada rasa lega dalam diri ini bisa terlepas dari rasa tidak percaya diri yang cukup menghambat saya agar lebih berani mengambil peran dalam kegiatan kemahasiswaan.
Sejak menjadi asisten lab, saya merasa lebih berdaya. Banyak hal pentimg lainnya yang ikut terbangun seperti: manajemen waktu, kemampuan komunikasi, leadership, teamwork, curiousity, dan lainnya. 

Semua asisten lab bergilir menjadi koordinator praktikum. Saya sempat mendapat peran sebagai koordinator praktikum mesin-mesin listrik untuk anak D3. Salah satu konsekwensi menjadi koordinator praktikum adalah siap mendampingi lebih banyak jumlah praktikan dibanding dengan asisten lainnya. Kadang asisten yang sedang menjalani kerja praktek lapangan (KPL), praktikannya dioper ke koordinator. Jadi koordinator pulang atau keluar dari ruang lab lebih sore dari yang lainnya, itu sudah hal biasa. Jika praktikum tidak dapat ditunda, sementara bertepatan dengan jadwal kuliah, dengan terpaksa asisten absen kuliah pada jam itu. Namun saya tipe yang tidak tega meninggalkan jam mata kuliah, kecuali untuk mata kuliah yang menurut saya bisa dipelajari sendiri.

Kami sesama asisten saling atur. Bergantian mengawas praktikan. Yang tidak mendapat jadwal mengawas bisa mengikuti kuliah dan kami yang mengawas titip diisikan presensi list, jangan ditiru yah!
Saya sudah mendampingi praktikan untuk semua jenis percobaan kecuali satu percobaan, yaitu percobaan tegangan tinggi. Jenis percobaan ini butuh ketenangan dan kehati-hatian yang tinggi.
Percobaan yang paling simpel yakni percobaan trafo atau transformator. Trafo yang digunakan adalah trafo mini dimana terdapat sejumlah terminal sebagai posisi tap lilitan trafo. Untuk percobaan hubungan lilitan trafo 3 fasa, yakni hubungan Y, Delta dan Zigzag. Praktikan melakukan pengukuran tegangan output pada masing-masing ketiga jenis hubungan lilitan. Membandingkan perbedaan tegangan output yang terbaca.
Bersambung.....

Selasa, 01 Maret 2022

Menjalani peran sebagai asisten lab#1

Apa aja sih aktifitas seorang asisten lab?
Ternyata banyak, jadwal praktikum cukup padat.
Setiap semester selalu ada peserta praktikum. Praktikan tidak hanya berasal dari kampus regional, ada juga dari kampus extension. Biasanya peserta yang berasal dari luar, mereka adalah karyawan di perusahaan yang melanjutkan kuliah misalnya dari D3 lanjut ke jenjang S1. Kami sebagai asisten baru pun, masih ada beberapa jadwal praktikum pada semester-semester berikutnya.
Kami asisten baru hanya boleh mendampingi praktikan menjalankan praktik yang sudah kami jalankan (lulus).
Saya baru tahu bahwa ada privilege yang kami dapatkan jika menjadi asisten di lab. Hak istimewa itu antara lain:
- Memiliki kewenangan turut menyusun modul praktikum, kartu kontrol beserta anggaran biaya yang harus ditanggung setiap praktikan
- Mengelola biaya operasional
- Mendapat honor secara berkala dari jurusan
- Mendapat kesempatan luas untuk mengikuti beberapa program undangan seperti seminar, pelatihan, dan lain-lain
- Pengalaman sebagai asisten lab diakui

Untuk labiratorium teknik energi, didalamnya terdapat beberapa cabang lab lagi, antara lain :
1. Lab mesin-masin listrik
2. Lab relay dan proteksi
3. Lab pengukuran daya dan instalasi listrik
4. Lab tegangan tinggi
Masing-masing lab memiliki beberapa tahap percobaan (praktikum). Misalnya untuk lab mesin-mesin listrik terdapat percobaan :
- Motor (sinkron, asinkron, AC, DC(
- Generator (sinkron, asinkron, AC, DC)
- Transformator 1fasa dan 3fasaqb
Masih banyak jenis percobaan lainnya yang terdapat pada lab selanjutnya.

Pada awal bertugas sebagai asisten, tentunya saya menambah jam lagi untuk belajar materi terkait sebagai persiapan. Kami sangat membuka diskusi dengan praktikan karena pada dasarnya baik asisten maupun praktikan sama-sama sedang belajar. 
Yang paling menyenangkan, ketika mendapati praktikan yang kritis, rasa ingin tahunya cukup tinggi. Tak jarang praktikan yang tipe ini menjadi partner diskusi yang asik, selama masing-masing pihak menjadikan momen praktik sebagai kesempatan menambah wawasan, bukan untuk unjuk kemampuan yang bisa berujung saling menjatuhkan.
Ketika saya mendampingi praktikan menjalani responsi materi, sejak awal menyampaikan pada mereka tentang adab menuntut ilmu, begitu pun bagi diri saya.
Dulu sebelum jadi asisten, sering dengar kabar tentang kesangaran asisten di lab bawah. Infonya mereka tidak segan membatalkan praktikan saat responsi bahkan sebelum responsi dilakukan, mungkin hanya kekurangan perlengkapan atau hal lainnya sehingga yang bersangkutan tidak bisa ikut praktikum. Motivasi asisten melakukan hal ini macam-macam. Yang bisa saya simpulkan setelah menjadi asisten, salah satu motif perlakuan asisten seperti itu adalah terkait adanya laporan perilaku praktikan tertentu yang dianggap kurang baik di mata senior.
Alhamdulillah selama menjadi asisten tidak pernah membatalkan praktikan jika tidak terdapat pelanggaran yang benar-benar terkait dengan aturan serta kesiapan dari segi penguasaan materi untuk mengikuti praktikum.
Bersambung...
Tangsel, 1 Maret 2022
MOM 4F

Family Strategic Planning (FSP) 2025 Part 2

  Pada 11 Januari 2025, Sabtu kemarin adalah perdana kami lakukan forum keluarga secara sengaja untuk membahas peta keluarga. Sehari sebelum...