My Home Team
Sebenarnya defenisi kata tim (team) bahkan contoh bentuk pelaksanaannya sudah tidak asing lagi bagi kita. Bahkan sejak di bangku sekolah dasar kita sudah diajarkan bagaimana bekerja secara tim, atau lebih dikenal secara berkelompok. Bekerja secara tim atau berkelompok dalam lingkungan sekolah, semakin naik tingkat jenjang sekolahnya tentu semakin profesional cara pelaksanaannya.
Yang paling nyata penerapan kerja tim ketika mengikuti lomba pertandingan olah raga, misalnya olahraga sepak bola. Setiap regu terdiri dari 12 orang pemain yang memiliki tugas dan peran masing-masing. Meskipun peran yang dijalankan berbeda namun sama-sama memiliki tujuan yang sama, yakni bekerja sama untuk mencetak gol (goal).
Nah cerita pengantar di atas bagaimana kaitannya terhadap home team di keluarga saya?
Yuk, silahkan simak cerita saya selanjutnya.
Jauh sebelum saya mengikuti pelatihan "A" Home Team Facilitator oleh founder Ibu Profesional Pak Dodik Mariyanto dan Ibu Septi Peni Wulandani, saya pernah membuat Vision Mision Board keluarga. Lebih tepatnya "Family Strategic Planning". Hanya saja, board itu tinggal menjadi dokumen karena saya tidak paham bagaimana harus memulainya.
Hingga tibalah ada pengumuman kelas pelatihan "A" Home Team Facilitator dibuka. Saya mendaftarkan diri, tujuannya adalah untuk mewujudkan visi misi keluarga yang sudah pernah saya tuliskan dulu di board tersebut.
Qadarullah, sepekan setelah saya melahirkan suami mutasi kerja ke kota lain, terpaksa kami tinggal berjauhan untuk sementara waktu, sambil menanti usia bayi kami lebih aman untuk naik pesawat barulah kami ikut pindah semua.
Sementara untuk kelas pelatihan dimulai setelah beberapa pekan berikutnya. Butuh perjuangan khusus untuk dapat mengikuti kelas tersebut. Jadwal kelas bertepatan dengan waktu menidurkan bayi yang kadang memakan waktu lama, sehingga saya tidak selalu bisa hadir di kelas tepat waktu. Ini adalah tantangan, namun tidak menyurutkan niat saya untuk mencari ilmu. Bersyukur materi kelas dapat kami saksikan rekamannya, sehingga tidak ketinggalan materi. Hanya saja tidak bisa menikmati diskusi saat materi live berlangsung.
Materi awal dibawakan oleh Pak Dodik Mariyanto tentang "bagaimana menilai potret keluarga sendiri, apakah sudah disebut sebagai TIM atau KERUMUNAN".
Materi ini sungguh menjadi self plak bagi diri saya. Ternyata selama ini kurang memperhatikan sehingga tidak menyadari bahwa keluarga adalah juga sebuah organisasi terkecil, dimana didalamnya perlu keteraturan, kerjasama (tim) sehingga apa yang menjadi tujuan berkeluarga dapat tercapai. Bukan hanya menjadi slogan menjadi keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah, yang sering kita ucapkan atau mendapatkan ucapan dengan kalimat tersebut.
Apa yang membuat saya jadi seperti tertampar?
Baik, saya akan menuliskan indikator pembeda bagaimana potret keluarga yang benar-benar sudah sebagai TIM atau masih sebagai KERUMUNAN.
Jika mengambil contoh aktifitas pada sekumpulan orang seperti berikut:
Sepakbola adalah TIM;
Pasar adalah KERUMUNAN.
Berikut adalah tabel indikator perbedaan pada keduanya:
Berdasarkan pada tabel di atas maka ada 5 poin penting yang perlu kita periksa. Sudah sejauh mana menerapkan masing-masing poin indikator tersebut di dalam keluarga.
Caranya adalah pertama-tama membuat diagram garis datar. Pada titik tengah garis tempatkan angka 0. Buat angka 1 sampai 5 untuk panah arah ke kanan, begitupun untuk panah arah ke kiri. Bubuhkan identitas arah panah ke kanan adalah sepak bola atau TIM, sementara arah panah ke kiri adalah pasar atau KERUMUNAN.
Mari mulai mengecek setiap indikator. Masing-masing indikator beri tanda lingkaran dengan warna berbeda sesuai yang diinginkan atau berupa angka. Indikator yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. TUJUAN
2. KOMUNIKASI
3. STRATEGI
4. TRAINING & DEVELOPMENT (PENDIDIKAN)
5. EVALUASI & MONITORING
Berikut hasil pemetaan potret keluarga saya pada saat latihan di kelas tersebut, seperti pada gambar berikut :
Sejujurnya saya memberi penilaian pada beberapa poin indikator masih terpaksa dibuat sedikit ideal. Namun kenyataan yang saya rasakan adalah masih perlu perbaikan, seperti pada masalah KOMUNIKASI dan STRATEGI. Untuk poin lainnya sudah terlaksana dengan bobot lumayan. Artinya masih perlu terus melakukan perbaikan seiring usia masing-masing anggota keluarga serta perubahan lingkungan dimana kami berada.
Berdasarkan penilaian inilah, saya berkomitmen untuk membenahi masalah KOMUNIKASI terlebih dahulu, terutama komunikasi diri saya pribadi bersama anak-anak dan suami (komunikasi keluarga). Bertepatan sekali dengan tantangan yang ada di kelas BUNSAL. Saya dan tim mengangkat masalah KOMUNIKASI bersama Digital Native sebagai isu yang kami jadikan bidang concern untuk mendapatkan solusi secara bersama.
Beberapa langkah yang saya lakukan untuk mengenalkan konsep TIM kepada keluarga sendiri. Infografis mengenai potret keluarga kami saya bagikan di WA grup keluarga. Harapannya, minimal suami lihat dan baca. Saya tidak menyertakan kalimat-kalimat menasehati atau mengajak beliau agar mau menjalankan konsep ini, namun saya hanya membuat narasi secukupnya tentang hasil potret keluarga kami berdasarkan konsep yang sudah saya dapatkan di kelas. Suami tidak memberi komentar apa pun, namun saya percaya beliau adalah tipe orang yang tidak sulit mengikuti suatu hal yang menurutnya juga baik.
Pada suatu hari, kerja TIM dalam keluarga kami benar-benar teruji. Sehari memasuki bulan suci Ramadhan, tiba-tiba ibu yang bantu kerja di rumah mengalami kecelakaan lalu lintas. Beliau tertabrak sepeda motor yang mengakibatkan tulang paha dan tangannya patah. Motor yang dipakai mengalami rusak berat.
Saya yang belum ada sebulan melahirkan, ditambah suami sedang berada di kota lain tentunya sangat merasa kehilangan salah satu support system saat itu. Maka yang menjadi support system adalah anak-anak.
Alhamdulillah ibu sudah mendapat bantuan dan tertangani dengan baik di rumah sakit terdekat. Saya hanya bisa memantau keadaan beliau dengan menelpon suami beliau.
Untuk urusan dalam rumah, segera kami bertindak dengan melakukan pembagian tugas pada setiap anak. Alhamdulillah anak-anak sangat koperatif, padahal sejak mereka bayi kami belum pernah lepas sekalipun dari bantuan asisten rumah tangga. Meskipun demikian, saya tetap melatih anak-anak bagaimana melakukan pekerjaan-pekerjaan dalam rumah, seperti menggunakan kompor dan memasak, menggunakan mesin cuci, menyapu-pel, dan lain-lain baik bagi anak perempuan maupun laki-laki.
Dalam kondisi terpaksa itulah, hal apa saja yang sudah pernah saya latihkan kepada mereka, sangat berguna. Anak-anak juga paham dengan keadaan, bahwa kami tidak mungkin lagi bergantung kepada art. Alhamdulillah mereka paham dan mau melakukan tugasnya masing-masing tanpa diperintah lagi.
Bersambung....
Tangsel 06 Maret 2022
Mom 4F
Komentar
Posting Komentar