Keluargaku inspiratorku #1
Saya berasal dari sebuah desa bernama Maroangin tepatnya di Kabupaten Enrekang, Propinsi Sulawesi Selatan pada 42 tahun silam. Kami 4 (empat) orang bersaudara. Saya adalah anak ketiga. Kedua kakak adalah laki-laki, yang bungsu adalah perempuan. Saya dan adik jarak lahirnya cukup dekat, hanya terpaut kurang dari 1 (satu) tahun. Orang tua kami berdarah petani dan pendidik (guru sekolah). Mama saya berprofesi sebagai ibu rumah tangga sambil berjualan sembako di rumah, sedang ayah bekerja sebagai kepala SD dan sempat menjadi guru di SMA setempat. Semua kakek dan nenek kami berprofesi petani. Mama adalah tipe orang yang tidak banyak bicara tapi lebih banyak bekerja. Mulai dari urusan domestik hingga mengurus barang dagangannya. Mama tidak suka main ke rumah tetangga hanya sekedar cerita seperti yang umum dilakukan mama-mama pada jaman itu, kecuali bila ada hal penting. Beliau termasuk sosok pembelajar untuk ukuran seusianya. Rajin menghadiri pertemuan dan pelatihan ibu PKK serta pengajian di mesjid. Mama sangat terampil dalam masalah pengelolaan keuangan. Hal inilah yang membuat ayah sepenuhnya mempercayakan mama mengelola seluruh gaji ayah sebagai guru. Banyak hal yang saya pelajari dari karakter mama. Beliau tangguh dan sanggup mengerjakan pekerjaan fisik yang biasanya dikerjakan oleh laki-laki, seperti mem-betulkan lantai rumah yang terbuat kayu, mengecat pagar, dan lain-lain. Beliau tidak suka tinggal duduk bermalas-malasan, ada saja yang dikerjakannya. Pandai melihat peluang dagang, sehingga beliau menjadi partner dagang oleh keluarga dekat. Mama rajin membuat catatan pembukuan meskipun masih sangat sederhana. Hal inilah yang menjadikan mama adalah orang kepercayaan pemodal yang masih keluarga. Mereka tak segan menitipkan barang dagangan apa saja dan seringnya menuai untung bersama.
Tentang ayah, di mata saya beliau adalah sosok pengajar yang cukup disegani oleh murid-muridnya. Mungkin karena sikap tegas dan suara yang keras. Beliau termasuk orang yang cukup vocal menyuarakan pendapat atau aspirasi warga ketika berada di suatu rapat. Selain itu ayah saya menyukai dan mengetahui beberapa cerita sejarah terutama sejarah tentang daerah kami. Saya paling senang ketika mendapat tugas dari sekolah membuat cerita rakyat karena menjadi kesempatan menggali pengetahuan ayah saya. Beliau akan bercerita banyak dan saya menuliskan apa yang ayah katakan. Tidak jarang teman sejawat maupun kerabat keluarga datang berkunjung ke rumah hanya sekedar ingin bercerita dengan ayah. Terkadang ada juga yang berkunjung karena ingin mendapat pandangan tentang suatu hal, bahkan menjadikan ayah saya sebagai juru damai ketika terjadi perselisihan diantara mereka.
Ketika ayah masih aktif sebagai kepala SD sekaligus menjadi salah seorang tokoh masyarakat di kampung, rumah kami sering menjadi tempat pertemuan para petani. Meskipun beliau tidak ahli dalam bidang pertanian, namun kemampuan beliau dalam mengumpulkan masyarakat sehingga pihak petugas pertanian setempat lebih mudah melakukan edukasi terkait perkembangan dunia pertanian kepada masyarakat. Banyak hal yang saya kagumi dari ayah diantaranya kemampuan beliau dalam bernegosiasi. Sering gagasan yang ditawarkan olehnya ketika rapat diikuti oleh peserta rapat dan terbukti gagasan tersebut berjalan baik. Dari beliau saya belajar tentang sosok pemimpin yang berkarakter. Tentunya sebagai manusia biasa ayah saya juga memiliki kekurangan, namun tidak mengalahkan kenangan tentang kelebihan yang terdapat.pada dirinya.
Kedua kakak saya adalah laki-laki. Umur saya dan kakak pertama selisih 10 tahun, sementara dengan kakak kedua selisihnya 4 tahun. Ketika saya sekolah di SD kakak pertama sudah duduk di bangku SMA. Ia menempuh pendidikan SMA di kota lain bernama Pare-pare. Di kota tersebut terdapat pelabuhan, dimana kapal dari luar negeri bisa berlabuh. Tidak sedikit turis mancanegara yang datang berkunjung. Beliau kadang bekerja sebagai tour guide, sehingga memiliki banyak teman bule dari beberapa negara. Aktifitas sebagai tour guide membuatnya menguasai beberapa bahasa asing. Ia mendapat banyak kiriman buku dari luar negeri dan juga kamus. Terkadang di dalam buku terdapat selipan beberapa lembar mata uang asing. Melihat ia mendapatkan buku bahkan uang, membuat saya termotivasi ingin belajar bahasa asing seperti bahasa Inggris. Suatu ketika, tante dari mama saya melangsungkan pernikahan di rumah kami. Rombongan turis yang hendak menuju Tana Toraja menggunakan mobil pariwisata, berhenti kemudian singgah untuk menyaksikan pesta pernikahan di rumah kami. Kakak pertama lah yang menjamu dan mengajak mereka bicara. Sungguh saya belum mengerti apa yang mereka bicarakan pada saat itu. Saya melihat beberapa turis mencicipi menu yang tersaji. Berfoto bersama pengantin dengan kamera dan film instan milik para turis. Kamera dengan sekali jepret lalu foto langsung jadi. Waah canggih sekali, bisik dalam hatiku. Tiap kali menyaksikan kakak pertama berbicara dengan bule, saya terkesima. Wah betapa hebatnya kalau saya bisa seperti kakak, lancar menggunakan bahasa Inggris.
Bersambung......
Komentar
Posting Komentar