Tukang Jahit Keliling

Pagi itu saya sedang menggendong si bungsu yang berusia 1 tahun 3 bulan. Bayi sudah sarapan dan mandi pagi. Menggendongnya di dekat jendela agar bayi bisa melihat keluar dengan pemandangan yang sangat terbatas. Halaman rumah yang  tidak seberapa luas. Sudah tidak ada lahan berupa tanah sedikitpun kecuali area yang berada di belakang pagar. Pada area inilah terdapat beberapa batang tanaman palem bercampur dengan tanaman yang biasanya difungsikan sebagai pagar bertumbuh. Kami menempati rumah kontrakan dimana pemiliknya lebih memilih memperluas bangunan permanen daripada bagian green living_nya. Yah lahan untuk sebuah perumahan di kota besar, sebut di Tangerang tepatnya di daerah Bintaro sudah terbatas. Jikalau pun memilih area yang luas pasti harganya juga mahal. Di depan rumah terdapat jalan yang lebih sempit dari jalan lainnya karena dibatasi oleh dinding tembok pembatas blok rumah lainnya. Akhirnya jalan tersebut hanya bisa dilalui oleh satu mobil secara lapang. Jika berpapasan dengan mobil lain, maka salah satunya harus berhenti dulu dan menepi ke pagar rumah yang dilalui.

Yah seperti itulah pemandangan yang bisa kami nikmati dari dalam rumah.

Sedang asyiknya melepas pandangan, tiba-tiba melintas motor tukang jahit keliling. Ia mengendarai motornya tidak cepat juga tidak lambat.

Muncul rasa penasaran, bagaimana tukang jahit keliling itu menjalankan mesin jahitnya. 


Apakah pakai dinamo?

Bagaimana posisi mesin tetap stabil ketika digunakan?

Si tukang jahit bisa buat baju gak yah?


Apa saya berhentikan saja tukang jahit itu, pasti sedang butuh pendapatan.

Tukang jahit melaju dan melewati rumah kami. Tiba-tiba berbalik arah setelah melewati satu rumah. Mungkin Bapak itu berpikir sedang tidak ada yang butuh jasa jahitnya ditambah ujung jalan blok tempat kami ditutup dengan palang sejak terjadi pandemi covid-19.

Ah kasihan Bapak ini, saya panggil saja untuk minta bantu potong dan jahit. Kebetulan punya outer (cardigan panjang) dan celana kulot milik anak yang kepanjangan. Sebenarnya saya bisa saja memotong dan menjahit sendiri pakaian itu, tapi rasanya ingin membantu Bapak tukang jahit tersebut, ditambah rasa penasaran dengan cara kerjanya seperti apa.


"Pak-pak!" Teriak saya memanggil dari balik jendela. Bapak itu pasti tidak melihat saya, yang penting suara saya terdengar olehnya. Sengaja memilih posisi tersembunyi karena belum memakai jilbab.

Setelah tukang jahit berhenti, saya minta menunggu dulu.  Dijawab "Iya bu!".

Saya naik ke lantai dua, memakai jilbab dan mengambil dua cardigan terlebih dahulu biar Bapaknya tidak menunggu lama. Saya serahkan cardigan itu ke tukang jahit.

"Bu, potongnya berapa cm?" Tanya beliau

"Hmm potong 5 cm aja!" Ucap saya.

"Segini yah bu 5 cm itu!" Sambil menunjukkan meter kain kepada saya.

"Tambah deh pak, potong 6 cm!" Ucap saya lagi.

"Baik ibu, 6 cm yah!" Kata si Bapak.

"Pak cardigan yang ini 6 cm juga yah!" Sambil saya pegang cardigan yang saya gantung di pintu pagar, dekat dari posisi Bapak itu berhentikan motornya.

"Pak saya ambil satu barang lagi, tunggu yah!" Kata saya.

Bapak itu pun mengiyakan sambil memotong cardigan pertama. Saya cukup takjub melihat bagaimana Bapak itu memotong cardigan sambil berdiri. Kedua kakinya difungsikan untuk menjaga agar posisi motor tetap stabil dan tambahan satu tongkat penopang pada bagian mesin. Terlihat Bapak itu lincah mengerjakannya meskipun sambil berdiri.

Setelah memperhatikannya sejenak, saya segera mengambil celana kulot yang mau dipotong. Saya lipat ujung celana sebagai tanda batas bagian yang harus dipotong.

Menanti cardigan kedua diselesaikan, celana kulot saya gantung di pintu pagar.

Kami kemudian ngobrol, sambil menanti Bapak menyelesaikan pekerjaannya.

Saya : "Bapak bisa buat baju?"

Bapak : "Tidak bisa bu, saya hanya bisa menjahit!"

Saya : "Oh gitu, Bapak kok bisa menjahit?"

Bapak : "Dulu saya kerja di garmen sebagai buruh jahit bu, trus berhenti!"

Saya : "Kenapa Bapak berhenti?"

Bapak : "Gak ada waktu istirahat bu!"

Saya : "Oh banyak jahitan ya pak. Kalau buat baju, Bapak bisa?"

Bapak : "Kagak bisa bu, dulu saya hanya jahit pola yang sudah digunting."

Saya : "Sudah berapa lama Bapak kerja seperti ini?"

Bapak : "lima tahun!"

Saya : "Sudah lama juga ya pak. Oh yah saya ijin ambil gambar dan video Bapak yah!"

Bapak : "Silahkan bu!"


Bapak tukang jahit keliling memotong celana kulot. Ia lakukan sambil berdiri agar posisi motor tetap stabil meskipun sudah ada tongkat tambahan sebagai penopang pada bagian meja mesin jahit. Meskipun dalam posisi demikian, hasil guntingannya lurus sesuai ukuran yang saya minta.

Saat menjahit, kaki kanan si Bapak yang menginjak pedal roda mesin. Pada saat menjahit kadang tongkat penopangnya lepas. Namun beliau tetap bisa meneruskan jahitannya. Pada awalnya saya kira mesin menggunakan dinamo dengan tenaga aki dari motor. Ternyata mesin jahitnya manual. Saya takjub melihat hasil jahitnya. Rapih! Padahal beliau lakukan sambil tetap menahan posisi motor tetap stabil.

Terima kasih Bapak, sudah mengerjakannya dengan sangat baik. Tarif jasa potong satu baju Rp 15.000,-.

Saya berasumsi sepertinya Bapak ini mendapat pendapatan lebih besar dengan bekerja sebagai tukang jahit keliling daripada bekerja sebagai buruh jahit di garmen. Dari segi waktu, beliau juga lebih fleksibel. Jaman sekarang orang sudah lebih memilih belanja online di marketplace. Ukuran pakaian yang terbeli tidak selalu sesuai atau pas di badan, misalnya kepanjangan. Maka jasa tukang jahit keliling seperti ini akan terus mendapat pelanggan. Mungkin yang menjadi kendala ketika musim hujan. Karena motor yang digunakan tidak dilengkapi atap yang bisa melindungi mesin dan dirinya dari air hujan.


Sehat selalu Bapak. Semoga mendapat pelanggan setiap hari.


Tangsel, 20 Juni 2022

Mom4F

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Home Team

Mengikat Makna, Hikmah Belajar di Kelas Persiapan KLIP 2022