Manajemen Keuangan ala Keluarga Saya #6
Sumber keuangan kami hanya berasal dari satu tempat yaitu gaji bulanan pak suami. Kadang saya tergoda ingin punya penghasilan sendiri, meskipun sebenarnya kami merasa kebutuhan sudah tercukupi dari penghasilan suami.
Terdorong oleh bunyi sepenggal ayat dalam Al Quran yang artinya "sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lainnya".
Hidup layak memang membutuhkan biaya. Hanya saja tidak semua orang memiliki kesempatan, akses, kompetensi dan lain sebagainya agar memiliki pekerjaan yang baik untuk mendapatkan penghasilan yang layak sehingga memiliki kehidupan atau kesejahteraan yang layak juga.
Allah Maha Mengatur yang telah merancang ragamnya nasib dan pencapaian bangsa dan manusia. Keberagaman ini pastilah punya tujuan mulia, yakni agar manusia di bumi dapat saling tolong-menolong dalam kebaikan. Menghindarkan diri dari sikap serakah, menguatkan rasa syukur, membangkitkan sikap empati dan saling berkasih sayang baik kepada manusia, alam maupun mahluk lainnya.
Hati saya semakin tergerak ingin memiliki penghasilan sendiri tanpa harus meninggalkan anak-anak yang masih kecil. Ingin merasakan bagaimana mendapatkan uang (pendapatan) yang bukan dengan cara bekerja sebagai karyawan (mendapat gaji dari perusahaan atau instansi).
Ada sebuah momen.....
Pada suatu hari, saya diajak teman ikut ke sebuah acara yang diadakan oleh sebuah komunitas. Nama komunitasnya Hijabermom Community (HmC). Komunitas ini tersebar di berbagai kota di Indonesia. Menjadi kesempatan juga bagi saya untuk mendaftarkan diri sebagai anggota komunitas. Acara yang diselenggarakan pada saat itu adalah talk show dan juga muslimah fashion show.
Acara seperti ini menjadi kesempatan bagi UMKM melakukan bazar. Berbagai produk bazar yang ditawarkan kepada pengunjung seperti : pakaian, aksesoris, makanan, kosmetik, buku, dan lain-lain.
Saya sempat membeli sebuah aksesoris, tuspin (tusuk pin) seharga Rp 7.000,-/pc. Dalam hati "wah mahal juga barang ini, tapi tetap laku terjual. Modalnya tidak seberapa dan cara membuatnya pasti tidak sulit!".
Tiba-tiba saya ingin membuat aksesoris kalau sudah tiba di rumah nanti. Bermodalkan kain perca yang ada, pin tusuk, beads (manik), alat jahit dengan tangan (waktu itu belum punya mesin jahit) serta lem silikon dan alat tembaknya. Tanpa menunda saya membuat sebuah tuspin dengan bahan tersebut. Karena menurut saya warna percanya belum bagus, jadi tuspin itu sebagai percobaan saja.
Keinginan membuat aksesoris semakin menggebu. Foto aksesoris yang dijual orang-orang di media sosial saya jadikan referensi. Selain itu, saya melihat tutorial bagaimana membuat jenis-jenis bros dari perca lewat youtube.
Saya mualai membeli beberapa bahan dan alat sesuai model aksesoris yang ingin saya buat. Sebagian dana operasional harian saya gunakan untuk biaya pengadaan ini. Setelah bahan sudah ada saya membuat bros kain pada saat anak yang paling kecil tidur siang. Dua kakak lainnya sudah tidak mau tidur siang, mereka lebih memilih bermain bersama di dalam atau di halaman rumah. Sekali-kali saya pantau mereka saja untuk memastikan keamanan dan keselamatannya.
Bayi kadang bisa tidur pulas 1 sampai 2 jam. Durasi ini sangat cukup bagi saya untuk membuat bros, yang kadang bisa menghasilkan 10 - 12 buah bros kain. Bros-bros yang sudah jadi saya foto kemudian pajang sebagai display picture bbm (blackberry massenger) sebagai iklan. Alhamdulillah bros langsung terjual habis. Keesokan harinya saya membuat lagi bros dengan model yang berbeda-beda. Begitu kegiatan saya seterusnya yang awalnya hanya iseng saja. Beberapa bulan saya menjalani aktifitas tersebut, membuat saya menjadi lebih mengenal diri. Ternyata saya bukanlah tipe orang yang berambisu mengejar untung (uang), tetapi lebih kepada menikmati pada proses membuatnya. Saya sangat senang membuat produk yang berbeda-beda tapi yabg sesuai keinginan saya. Bros tidak semuanya saya jual, ada yang saya berikan secara cuma-cuma kepada teman.
Bersambung....
Tangsel, 24 Mei 2022
Mom 4F
Komentar
Posting Komentar