Red Campus #8
Waah lebih separuh hari sudah terlewati. Waktunya pulang?
Ow, jangan harap. Selesai melakukan tour jurusan beserta ke ruang lab yang ada di jurusan tersebut, kami kembali berkumpul di halaman fakultas. Oh iyah setiap selesai kegiatan dalam ruangan, selalu diberi tugas yang harus diketik manual dengan pita warna hitam putih. Jadi dalam sehari terkumpul banyak sekali tugas. Tanda-tanda harus begadang.
Waktunya shalat Ashar. Semua maba mengambil air wudhu dan menjalankan shalat Ashar secara bergantian. Bagi maba yang bukan muslim dibawa ke ruang tertentu oleh senior. Saya kurang tahu apakah juga melakukan ritual keagamaannya atau melakukan aktifitas lain.
Selesai shalat Ashar, kami digiring ke lapangan teknik. Area lapangannya lebih luas dari halaman fakultas. Melihat area seperti itu, hati saya deg-degan dan berharap tidak ada permainan berbahaya yang harus kami lakukan setelah permainan membuat lingkaran berlapis sebelumnya.
Alhamdulillah lebih banyak permainan teamwork. Sedikit lega. Tapi ternyata......
Barulah muncul satu permainan lagi yang saya tidak suka karena takut terjadi cedera. Kami semua diminta lepas sepatu, kemudian mengumpulkan sepatu-sepatu itu di satu tempat. Dengan jumlah maba ada ratusan orang, terbentuklah gunung sepatu. Selanjutnya kami harus berlomba mengambil sepatu milik masing-masing. Saya pasrah, tidak ikut berlomba, tapi menunggu jumlah kerumunan maba di tempat sepatu lebih sedikit. Daripada saya terhimpit diantara ratusan orang itu karena saling berdesakan, yang semua ingin menemukan sepatunya masing-masing, lebih baik menghindari kemungkinan terjadi bahaya. Kalau dapatnya bukan sepatu sendiri, atau berbeda pasangannya, paling resikonya mendapat hukuman kengkring atau tappe' dari senior.
Oh iyah sebagai info, dari awal sebelum ospek, panitia sudah mengelompokkan maba yang menyatakan diri memiliki gangguan kesehatan tertentu yang disertai surat pernyataan. Kelompok maba dengan kondisi ini dibuatkan kelompok tersendiri dengan identitas golongan pita merah. Mereka tidak banyak mendapatkan perlakuan fisik yang berat hanya yang ringan-ringan saja. Tapi lebih sering diminta melakukan aksi "jorok" yang memberi sensasi jijik, huweekk. Mau golongan biasa ataupun pita merah tidak satu pun berada di zona nyaman.
Selama empat hari menjalani ospek, kegiatan yang kami lakukan hampir sama setiap hari, hanya berbeda tempat. Tour jurusan dibagi karena ada enam jurusan ditambah kunjungan ke setiap lab yang terdapat di masing-masing jurusan. Ospek pada jaman saya dan pada jaman sebelum-sebelumnya terkesan "penyiksaan", yang katanya bertujuan untuk melatih fisik dan mental agar siap kuliah di fakultas teknik. Tugas yang diberikan setiap hari, yang membuat kami harus begadang mengerjakannya ditambah harus pagi-pagi mengumpulkan tugas tersebut. Bisa kebayang, selama ospek tidur saya mungkin hanya 2 - 4 jam. Bukan hanya tugas tulisan (ketik), ada juga tugas membawa benda (barang) yang sulit didapatkan. Sepertinya sudah menjadi skenario panitia yang membuat kami dalam situasi hektik. Dalam kondisi seperti itu kami harus kerjasama dengan maba lainnya yang kebetulan satu pondokan (asrama). Kadang juga kami dibantu oleh kakak angkatan yang tinggal di asrama (pondokan) yang sama. Ternyata salah satu manfaat ospek ini agar kami segera bisa saling kenal sesama maba meskipun berbeda jurusan, beda asal daerah. Saling bantu tanpa melihat siapa orang tersebut. Dibiasakan begadang selama 3 malam tersebut, ternyata berguna. Kami jadi tidak kaget ketika mengikuti perkuliahan di awal-awal tahun.
Tiga hari ospek kami selalu pulang pada saat menjelang magrib. Hari keempat, yaitu hari terakhir ospek, kami pulang lebih malam karena ada acara malam yang cukup panjang. Setelah shalat Magrib dan makan malam, semua maba ditutup matanya menggunakan scarf teknik. Kami berjalan jongkok mulai dari halaman fakultas, naik ke lantai tiga keliling fakultas kemudian turun menuju lapangan teknik.
Sepanjang acara malam mata kami terus ditutup, hanya mendengar aba-aba dari panitia. Kami membentuk barisan yang berbentuk lingkaran besar. Panitia berada di tengah lingkaran, sementara pendamping berada di sekitar kami di setiap GB (kelompok). Panitia menyajikan acara renungan berupa pembacaan puisi. Sepanjang acara renungan, saya benar-benar termenung tapi bukan merenungi isi puisi yang diucapkan. Melaiklnkan tentang "kapan acara ini selesai" haha. Sesyahdu, segarang bagaimanapun suara dari pembaca puisi, tidak lagi menjadi perhatian saya. Pandangan gelap sejak dari tadi, karena mata masih ditutup. Belum mendapat ijin dari senior untuk membukanya, "sampai kapan gelap-gelapan begini?" tanyaku dalam hati. Tiba-tiba terdengar suara tangisan. Apakah itu benar-benar suara milik maba atau suara senior yang dibuat-buat seperti menangis, entah! Panitia memukulkan aneka barang apa saja yang ada di dekatnya, seolah-olah menjadi soundtrack puisi yang sedang dibacakan. Jika puisi terdengar bernada tinggi, suara dari pukulan ikut memekikkan telinga. Ah kehebohan di malam hari, pikirku. Suara pembacaan puisi mulai merendah, bunyi taluh oleh senior ikut menghening. Ini bertanda bahwa acara renungan sudah mau selesai. Api unggun yang berada di tengah lingkaran dinyalakan. Akhirnya scarf penutup mata sudah boleh dilepas. Kami maba diminta saling salam dan berpelukan dengan maba lainnya, tentunya dengan sesama jenis. Tak ketinggalan kami salaman juga dengan kakak pendamping yang selalu mengawal dan memberi arahan sejak dari hari pertama hingga hari terakhir ospek. Alhamdulillah GB saya dapat kakak pendamping yang baik. Salaman kali ini sebagai tanda terima kasih kepada mereka serta permintaan maaf oleh kakak pendamping atas tindakannya selaM mengawal kami. Alhamdulillah lega, sekarang bisa bebas melihat kemana mata ingin memandang.
Tidak perlu tunduk lagi yang membuat otot leher pegal. Rasanya seperti orang yang baru keluar dari penjara. Bebas.....!
Ah sayang, dalam gelapnya malam begini, ditambah semua senior pakai baju hitam, tidak ada cahaya lampu kecuali cahaya dari api unggun dan lampu jalan dari jarak jauh. Jadi untuk mengenali wajah siapa di depan kita agak sulit. Yah sudah besok-besok bisa tahu, siapa-siapa saja maba dan senior ini. Malam ini adalah waktu yang paling panjang dan paling banyak perlakuan fisik yang kami dapatkan. Bersyukur saya tidak mendengar ada yang jatuh korban. Eh mau jujur selama empat hari ospek alhamdulillah saya tidak merasakan kelelahan, padahal sarapan yang sempat masuk hanya sedikit. Hal ini bisa terjadi karena mungkin aktifitas yang dilakukan tiada jeda dan dalam tekanan. Tidak ada waktu untuk mengeluh, harus fokus pada kegiatan apa berikutnya.
Meskipun kesannya "penyiksaan" karena sangat jauh berbeda nuansa ospek waktu masuk SMA dulu. Banyak latihan fisik yang harus kami lakukan. Menjadi cerita seru ketika dikenang. bahkan dapat menjadi oleh-oleh cerita bagi anak-anak. Anak-anak sekarang, mungkin model ospeknya ketika masuk di perguruan tinggi sudah sangat jauh berbeda. Masing-masing sesuai dengan dinamikanya.
Yes.....Alhamdulillah sah, saya menjadi mahasiswi di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Unhas, Angkatan 1998. Meskipun Ospek ada sisi buruknya, tapi beberapa hal baik yang dapat dipetik adalah berlatih survive dalam kondisi tertekan atau tidak nyaman, membiasakan melihat kondisi apakah kegiatan yang dijalankan berpotensi bahaya, kalau ia mitigasi apa yang dapat kita lakukan tanpa harus bersikap frontal kepada senior saat itu. Kemudian membangun kerjasama dan mau berteman dengan maba tanpa membedakan agama, asal, postur badan dan seterusnya. Yah terima kasih Ospek, kamu sudah mengenalkan kepada kami bahwa kerasnya dunia kampus bisa kok dilalui 😊.
****
Tangsel, 24 Januari 2022
Mom 4F
Komentar
Posting Komentar